Selasa, 31 Januari 2012

DELAPAN KEBOHONGAN SEORANG IBU DALAM HIDUPNYA


" Seumur hidup kita menggendong orangtua di pundak kita,tidak akan bisa membalas jasa-jasa orang tua kita "

 
 Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya.

 Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat
sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling
indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang
anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan
saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi
nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata :
"Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- 



KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan
waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu
berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan
bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan
yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu,
ibu duduk disamping ku dan memakan sisa daging ikan yang masih
menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku
makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu
menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan
 cepat menolaknya, ia berkata :"Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ---------- 



KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan
kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api
untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang
untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun
dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan
dengan gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku
berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.
" Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek"


KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku
pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari,
ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah
selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah
disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental
tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental.
Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk
ibu sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak haus!" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang
malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu,
dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita
pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat
kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati
yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar
maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat
kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk
menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan
 nasehat mereka,Ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------



KEBOHONGA N IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan
bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak
mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit
sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang
bekerja di luar
kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu
memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang
tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut.
 Ibu berkata : "Saya punya duit" 



KEBOHONGA N IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika
berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja
di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud
membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik
hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku :
"Aku tidak terbiasa" ---------

-KEBOHONGA N IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker
lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di
seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk
ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya
setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku
dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya
terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas
betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat
lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air
mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti
ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata :
"Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta
menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya
percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali
mengucapkan : " Terima kasih Ibu ! "
Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon
ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita
untuk berbincang dengan ayah ibu kita?

Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai
beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian.
Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika
dibandingkan dengan pacar (maaf yah nyindir yg pacaran), kita pasti
lebih peduli dengan pacar. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar
pacar, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia
bahagia bila di samping kita...??

Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita?
Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita
sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita
renungkan kembali lagi...

Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu
kita,lakukanlah yang terbaik.Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di
kemudian hari.


TIDAK MENUNGGU KAYA UNTUK BERBAGI


Keserakahan sedang mencekik dunia dan memicu krisis.Para demonstran Anti Wall Street mengecam 1% pemilik modal yang menguasai nyaris 90 % aset Amerika, sementara 99% manusia di sana hidup dengan 1% aset yang tersisa.Di Indonesia juga sama, para konglomerat terus berekspansi, di atas gaji kecil sebagian besar  buruh dan derita para penduduk asli, seperti di Papua atau Kalimantan. Berbagi, memberi,  berbuat adil tampak menjadi basi. Mari belajar dari kisah si Jorge berikut ini :



“Maka hendaklah sekarang  kelebihanmu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekuranganmu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.”



Kisah ini dimulai lima tahun lalu, ketika Jorge berjalan melewati satu perusahaan yang memproses makanan. Ia melihat mereka membuang bahan makanan (dalam keadaan masih baik). Jorge lalu bertanya, jika ia bisa mengumpulkan orang yang membutuhkan makanan, maukah mereka memberikannya? Mereka mau.



Sejak itulah, Jorge dan ibunya memasak bahan-bahan yang disumbangkan oleh perusahaan tadi setiap malam sehabis pulang kerja. Kotak makanan dan gelas kertas dipakai untuk membungkus makanan-makanan yang telah disiapkan oleh Jorge dan ibunya.

Menggunakan mobilnya sendiri, Jorge lalu membawa semua makanan ini ke tempat yang sudah ditentukan setiap harinya, di Roosevelt Avenue. Dan di sanalah, tidak kurang dari 110 orang mengantre setiap harinya, menantikan makanan yang dibawakan oleh Jorge. Mereka ini adalah orang-orang yang hanya bisa makan satu kali setiap hari dan rela mengantre di bawah cuaca yang sangat dingin untuk bertemu Jorge.



Orang-orang ini tidak punya rumah dan pekerjaan. Sejak krisis menghantam Amerika, semakin banyak pengangguran. Terutama para imigran asing. Jorge pun dulunya imigran. Ibunya yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih, mengirimkan uang setiap bulan untuk keluarganya di Kolombia. Lalu ketika beranjak remaja, Jorge ikut menyeberang ke Amerika, mendapatkan pekerjaan di salah satu sekolah lalu menjadi warga Amerika. Saat ini, Jorge dan ibunya tinggal di sebuah rumah kecil di pinggir Kota New York.



Berikut wawancara dengan Jorge:



Apa tantangan yang kau hadapi?

Hari demi hari yang menjadi tantangan adalah memiliki cukup uang untuk melaksanakan misi ini, dan juga memiliki makanan yang cukup untuk diberikan kepada lebih dari 110 orang yang menungguku setiap malam.



Apa yang memotivasimu untuk bekerja sedemikian keras setiap hari?

Tuhanlah yang menjadi pemanduku dan memberiku kekuatan untuk meneruskan misi-Nya. Hal lain yang memotivasiku adalah aku ingin membagikan apa yang kumiliki kepada mereka yang membutuhkan. Kalau kau berbagi maka kau akan “OK” dengan Tuhan.



Kapan terakhir kali kau berlibur?

Liburan terakhirku adalah lima tahun lalu ketika aku belum memulai misi ini.

Apakah orang yang kau tolong menghargai apa yang kau lakukan?

Yes, dengan senyum lebar mereka selalu berkata, “Terima kasih, Kolombia” dan “Tuhan memberkatimu.” Mereka juga berkata, “Aku akan bertemu kamu besok dan jika bukan karena kamu, aku tidak akan punya apa pun untuk dimakan.”



Apakah ada yang membantumu dan keluargamu ketika kau tiba di Amerika?

Tidak, tapi ibuku di sini dan kami mendukung satu sama lain, kami bertiga.



Apakah kau hanya membantu imigran atau ada juga tunawisma yang kau bantu?

Iya, ada juga para tunawisma yang kubantu.



Kau bergantung pada kebaikan dan donasi dari yang lain, bagaimana orang-orang ini tahu tentang kamu?

Mereka menemukanku lewat teve, internet, koran. Kadang-kadang orang pun sengaja melintasi Roosevelt Avenue dan melihat apa yang kulakukan.



Apakah kau tahu orang lain yang melakukan hal sepertimu di kota ini?

Tidak setiap malam.



Kalau ada tiga permintaan yang bisa kau ajukan, apakah itu?

Pertama aku ingin tetap sehat dan terus melakukan misi yang diberikan Tuhan ini.

Kedua, aku ingin mendedikasikan diriku untuk melakukan misi ini sebagai full-time job, dan tidak hanya memberikan kepada mereka makan malam, tapi juga sarapan.

Ketiga, aku berharap punya tempat lebih besar di mana aku bisa masak, menyimpan, dan alat-alat lain yang kuperlukan untuk misi ini.



*Jorge termasuk salah satu imigran yang diliput dalam acara koki terkenal, Jamie Oliver (Jamie Oliver’s American road trip)

Cepat Bosan Beresiko Cepat Mati


Minggu, 07 Februari 2010 | 11:53 WIB


TEMPO Interaktif, London -- Rasa bosan beresiko dengan mati usia muda. Para peneliti mengungkapkan bahwa seseorang yang mengeluh bosan beresiko mati muda dan mereka yang mengalami kebosanan tingkat tinggi lebih beresiko meninggal karena penyakit jantung atau stroke dibanding mereka yang puas dengan nasib mereka.

Lebih dari 7.000 pegawai negeri sipil telah diteliti hampir lebih dari 25 tahun. Hasil yang ditemukan, mereka yang mengatakan bosan hampir 40 persen telah meninggal pada akhir penelitian daripada mereka yang tidak.

Para ilmuwan mengatakan ini bisa menjadi akibat dari seseorang yang tidak bahagia dengan kehidupan mereka lalu berpaling menuju kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok atau minum-minuman beralkohol yang dapat mengurangi harapan hidup mereka.

Spesialis dari Departemen Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat Universitas College London, mempelajari data dari 7.524 pegawai yang berusia antara 35 dan 55 yang diwawancarai antara tahun 1985 dan 1988 tentang tingkat kebosanan. Lalu mereka mencari tahu apakah mereka sudah mati pada April tahun lalu.

"Temuan pada penyakit jantung menunjukkan ada cukup bukti untuk mengatakan ada kaitannya dengan kebosanan," kata Martin Shipley, peneliti yang ikut menuliskan laporan yang akan diterbitkan dalam International Journal of Epidemiology, pekan ini. "Ini sangat penting bahwa orang yang memiliki pekerjaan yang membosankan, memiliki cara mengusir rasa bosan di pantai, ketimbang dengan minum beralkohol atau merokok," ujarnya.

"Adalah penting untuk membedakan antara sebab dan akibat. Apakah orang-orang yang berpaling ke minuman dan obat-obatan diakibatkan rasa bosan atau karena memiliki karakteristik tertentu," tambah Psikolog Graham Harga.

Bagi banyak orang yang tidak mempunyai motivasi atau tidak terinspirasi oleh hidup, atau mungkin memiliki kecenderungan terhadap depresi, jalan keluarnya adalah mengubah fokus mereka menjauh dari diri sendiri dan orang lain. "Yang tadinya menjadi aku, mereka harus mengubah pola pikir menjadi apa yang bisa dilakukan untuk keluarga saya, teman-teman saya, kolega saya, bahkan bos saya," sarannya.

Hasil survei juga menjelaskan satu dari sepuluh karyawan menemukan bahwa wanita yang mengalami kebosanan lebih menderita dua kali lipat dibanding yang dirasakan lelaki. Karyawan yang lebih muda dan lebih banyak mengerjakan pekerjaan kasar, juga lebih rentan mengalami kebosanan.

Dari hasil penelitian tersebut, dilaporkan sebanyak 37 persen yang mengalami kebosanan telah meninggal diakhir penelitian tersebut.

DAILY MAIL| APRIARTO MUKTIADI

Banyak Uang Belum Tentu Bahagia

Banyak Uang Tak Berarti Bahagia
Kamis, 16 Desember 2010 | 09:54 WIB
Besar Kecil Normal


TEMPO/Dasril Roszandi


TEMPO Interaktif, Sejumlah orang biasanya mengungkapkan bila banyak uang pasti akan bahagia. Ternyata, banyak uang tak selalu mendatangkan kebahagiaan.

Sebuah penelitian menemukan bahwa kebahagiaan orang tidak selalu meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan mereka.

Peneliti menguji kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan kebahagiaan di 37 negara selama minimal 10 tahun dan dengan rata-rata responden berusia 22 tahun. Negara-negara itu termasuk negara kaya dan miskin.

“Baru-baru ini diklaim bahwa ada hubungan positif antara kebahagiaan dan pendapatan, namun ternyata, tidak ada hubungannya,” ujar penulis penelitian Richard Easterlin, profesor ekonomi di University of Southern Callifornia dalam rilis berita USC seperti dilansir HealthDay News, Rabu (15/12).

Easterlin mencontohkan di negara Cili, Cina, dan Korea Selatan. Pendapatan per kapita di negara-negara itu berlipat ganda dalam 20 tahun terakhir ini, tapi survey menunjukkan kepuasan hidup di negara-negara itu sedikit menurun.

“Jika pertumbuhan ekonomi bukan hal utama untuk kebahagiaan yang lebih besar, lalu apa?. Kita mungkin perlu memfokuskan kebijakan lebih tepat pada kepentingan pribadi yang mendesak seperti kesehatan dan kehidupan keluarga, dari pada materi,” kata Easterlin.

Penelitian itu dipublikasikan pada 13 Desember lalu dalam edisi online jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.